Pengertian
“mental” secara definitif belum ada kepastian definisi yang jelas dari para
ahli kejiwaan. Secara etimologi kata “mental” berasal dari bahasa Yunani, yang
mempunyai pengertian sama dengan pengertian psyche, artinya psikis, jiwa atau
kejiwaan.[1]
James
Draver memaknai mental yaitu “revering to the mind” maksudnya adalah sesuatu
yang berhubungan dengan pikiran atau pikiran itu sendiri.[2]
Secara
sederhana mental dapat dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan batin
dan watak atau karakter, tidak bersifat jasmani (badan).[3]
Kata
mental diambil dari bahasa Latin yaitu dari kata mens atau metis
yang memiliki arti jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat. Dengan demikian mental
ialah hal-hal yang berkaitan dengan psycho atau kejiwaan yang dapat
mempengaruhi perilaku individu. Setiap perilaku dan ekspresi gerak-gerik
individu merupakan dorongan dan cerminan dari kondisi (suasana) mental.[4]
Sedangkan
secara terminologi para ahli kejiwaan maupun ahli psikologi ada perbedaan dalam
mendefinisikan “mental”. Salah satunya sebagaimana dikemukakan oleh Al-Quusy
(1970) yang dikutip oleh Hasan Langgulung, mendefinisikan mental adalah paduan
secara menyeluruh antara berbagai fungsi-fungsi psikologis dengan kemampuan
menghadapi krisis-krisis psikologis yang menimpa manusia yang dapat berpengaruh
terhadap emosi dan dari emosi ini akan mempengaruhi pada kondisi mental.[5]
Pengertian
lain “mental” didefinisikan yaitu yang berhubungan dengan pikiran, akal,
ingatan atau proses yang berasosiasi dengan pikiran, akal dan ingatan.[6] Seperti mudah lupa, malas
berfikir, tidak mampu berkonsentrasi, picik, serakah, sok, tidak dapat
mengambil suatu keputusan yang baik dan benar, bahkan tidak mempunyai kemampuan
untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang hak dan yang batil, antara
halal dan haram, yang bermanfaat dan yang mudharat.[7]
Dari
sini dapat ditarik pengertian yang lebih signifikan bahwa mental itu terkait dengan,
akal (pikiran/rasio), jiwa, hati (qalbu), dan etika (moral) serta tingkah
laku). Satu kesatuan inilah yang membentuk mentalitas atau kepribadian (citra
diri). Citra diri baik dan jelek tergantung pada mentalitas yang dibuatnya.
Kondisi
individu kelihatan gembira, sedih, bahkan sampai hilangnya gairah untuk hidup
ini semua tergantung pada kapasitas mental dan kejiwaannya. Mereka yang tidak
memiliki sistem pertahanan mental yang kuat dalam menghadapi segala
problematika kehidupan atau tidak memiliki sistem pertahanan diri yang kuat
untuk mengendalikan jiwanya, maka individu akan mengalami berbagai
gangguan-gangguan kejiwaan, yang berpengaruh pada kondisi kepribadian yang bisa
mendorong pada perilaku-perilaku pathologies.[8]
Kondisi
mental tersebut bisa digolongkan dalam dua bentuk yaitu kondisi mental yang
sehat dan kondisi mental yang tidak sehat. Kondisi mental yang sehat akan
melahirkan pribadi-pribadi yang normal. Pribadi yang normal ialah bentuk
tingkah laku individu yang tidak menyimpang dari tingkah laku pada umumnya
dimana seorang individu itu tinggal, dan pribadi yang normal akan menunjukkan
tingkah laku yang serasi dan tepat (adekuat) dan bisa diterima oleh masyarakat secara
umum, dimana sikap hidupnya sesuai dengan norma dan pola hidup lingkungannya.
Secara sederhana individu tersebut mampu beradaptasi secara wajar.[9]
Jadi
pribadi yang normal dan metal yang sehat ini bisa dirasakan pada kondisi diri
kita atau kondisi perasaan kita yang cenderung stabil, tidak banyak memendam
konflik internal, suasana hati yang tenang, dan kondisi jasmani yang selalu
merasa selalu sehat.
Sementara
itu yang perlu mendapatkan perhatian dan perlu diwaspadai oleh setiap individu
ialah kondisi mental yang tidak sehat, karena kondisi mental yang tidak sehat
itu akan membentuk suatu kepribadian yang tidak sehat pula (abnormal).
Pribadi yang tidak sehat (abnormal) ialah
adanya tingkah laku seseorang atau individu yang sangat mencolok dan sangat
berbeda dengan tingkah laku umum yang ada di lingkungannya, atau disebut juga
dengan perilaku-perilaku yang menyimpang (abnormal). Secara umum bentuk mental
yang tidak sehat yaitu secara relatif bisa dilihat pada individu jauh dari kemampuan beradaptasi
atau selalu mengalami kesulitan dalam
beradaptasi, dan memiliki ciri bersikap
inferior dan superior.[10]
Yang
menjadi barometer setiap kelainan tingkah laku individu ialah kondisi
mentalnya. Mental yang sehat itulah yang menentukan tanggapan atas dirinya
terhadap setiap persoalan, dan kemampuan untuk beradaptasi, dan mental yang
sehat pulalah yang menentukan apakah seseorang atau individu memiliki gairah hidup
atau justru mereka pasif dan tidak bersemangat bahkan memiliki ketakutan untuk
hidup.[11]
Pada
dasarnya untuk mengetahui apakah seseorang atau individu sehat mentalnya atau
tidak (terganggu mentalnya) tidaklah mudah diukur atau diperiksa dengan
alat-alat seperti halnya pada penyakit jasmani, akan tetapi yang menjadi ukuran
adalah merasakan diri kita sejauh mana kondisi perasaan kita apakah sudah
melampaui batas kewajaran atau tidak seperti, rasa bersedih, kecewa, pesimis,
rendah diri dan lain sebagai. Dan seseorang atau individu yang terganggu
kesehatan mentalnya, bisa dilihat pada tindakannya, tingkah lakunya atau
ekspresi perasaannya, karena seseorang atau individu yang terganggu kesehatan
mentalnya ialah apabila terjadi kegoncangan emosi, kelainan tingkah laku atau
tindakannya.[12]
http://hakamabbas.blogspot.sg/2014/01/pengertian-mental.html